27 November 2010

Filosofi BERCINTA/ORGASME dalam MENULIS #khusus 17+

Jika Anda, para pembaca sekalian, menginginkan hal yang porno di sini maka Anda tidak akan mendapatkannya. #ketawa setan

Seperti yang pernah saya singgung di twitter, tentang filosofi bercinta/orgasme untuk penulis , kali ini (mumpung lagi musim ujan. Hah, apa hubungannya?) akan saya bahas. #gunting pita merah

Menulis merupakan pekerjaan menuangkan atau melahirkan suatu pikiran dan kemudian diterangkan dalam bentuk tulisan. Penulis adalah orang yang menulis, yakni yang melahirkan suatu pikiran dan kemudian diterangkan dalam bentuk tulisan (jadi, semua orang yang menulis disebut sebagai penulis) #applause.

Sebagai seorang penulis yang harus produktif (baca: mahasiswa pun bisa dimasukkan dalam golongan penulis karena suka mengarang tugasnya), penulis diharapkan selalu memiliki ide-ide cerita untuk dituangkan dalam bentuk naskah. Proses menulis ini dapat dianalogikan dengan bercinta/orgasme. Apakah bisa? Check it out (baca: CEKIDOOOTTT!!!).

“BERCINTA”

Bercinta berasal dari morfem /cinta/ dan morfem terikat /-ber/ (yang ahli linguistik, mohon ini dikoreksi kembali). Cinta dilihat dari arti leksikalnya (KBBI), dapat didefinisikan sebagai berikut.
Pertama, suka sekali; sayang benar.
Kedua, kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan).
Ketiga, ingin sekali; berharap sekali; rindu.
Keempat, susah hati (khawatir); risau.

(arti yang pertama hingga ketiga merupakan cinta dalam kategori/kelas kata adjektiva atau sifat, sedangkan keempat digunakan dalam kiasan atau peribahasa)

Itu kalau dari kamus. Menurut saya, cinta adalah … Hmmm, tak terdefinisikan dan tak terdeteksi kehadirannya… #jayusss

Lain lagi dengan uraian Wikipedia tentang cinta.
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi (menghargai) terhadap seseorang; sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut. Dan, kata Wiki pula, cinta itu rumit. (nah, seperti yang saya bilang bukan #ketawa setan #bangga)

Itu tentang morfem /cinta/ (sungguh luar binasaaaa) sedangkan morfem /ber/ merupakan bentuk morfem terikat yang bermakna melakukan pekerjaan. Jadi, bercinta memiliki makna gramatikal melakukan pekerjaan cinta. Menurut kamus, bercinta yang berkategori verba (kata kerja) berarti menaruh (rasa) cinta.

Akan tetapi, menurut saya lagi ini, bercinta sesuai dengan apa yang akan saya uraikan, merupakan hubungan biologis (intim) antara kaum Hawa dengan kaum Adam. (jika ada yang bertanya, apa itu hubungan biologis, dan siapa hawa dan adam itu, berarti yang baca belum 17+. CEPET TUTUP BLOG INI, NAK!)

Bercinta (INGAT!!! Sesuai yang ingin saya uraikan!) dilakukan untuk memperoleh kenikmatan yaitu orgasme.



Oke, kita sudah “bercinta” dan lanjut “ORGASME”.

Orgasme (KBBI) adalah puncak kenikmatan seksual, khususnya dialami pada akhir senggama. (terlalu vulgar nggak ya? dari kamus itu #garuk-garuk kepala)

Nahhh loooh, lebih vulgar lagi yang dari Wiki. Oke! Saya putuskan, karena saya tidak tega menyesatkan Anda, maka definisi tentang orgasme segitu aja ya… Hehe #takut disensor

Intinya, yang saya harapkan dari definisi orgasme ini adalah puncak kenikmatan.


BERCINTA, ORGASME, dan MENULIS

Menjurus ke persoalan yang ingin saya kaji (benerin kacamata dulu), menulis dapat disetarakan dengan hal bercinta/orgasme. Bagaimanakah hubungan mereka? Apakah pacar, atau hanya teman? Dan, apakah ada orang ketiga di antara mereka? Lhohh ngelantur. #ala Feni rose

#benerin kacamata lagi #pasang muka serius
Bercinta mungkin/memang sengaja dilakukan untuk mencapai kepuasan, yaitu puncak kenikmatan alias orgasme. Dalam hal ini, sama halnya dengan menulis. Menulis mungkin/memang sengaja dilakukan untuk menuangkan ide-ide dalam pikirannya dalam bentuk tulisan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa seorang penulis dalam menyelesaikan tulisannya tidak segampang membalikkan telapak tangan #kuno, #ganti, tidak segampang membalikkan telapak kaki. (nah lo, berarti susah banget kan? Jika ada yang bisa membalikkan telapak kaki—kecuali dengan jungkir-balik—akan saya ajukan untuk masuk tipi)

Ketika menulis (tarik nafas dulu, pannjannnngg ini), seseorang harus bisa menuangkan ide-idenya itu ke dalam tulisan yang bermediakan bahasa, sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan dipahami oleh pembaca yang nota bene butuh pencerahan dan bukan merupakan paranormal yang bisa menebak, membaca, menerawang ide-ide yang dipikirkan oleh penulis. Jadi, penulis harus bisa menginformasikan ide itu ke dalam media bahasa tulis yang baik dan benar agar mudah dipahami oleh pembaca.

Proses menulis ini seperti bercinta yang harus dilakukan dengan semangat tinggi, nafsu yang menggebu-gebu, dan lain sebagainya (sepertinya tak harus dijelaskan semuanya dehhh). Sewaktu menulis, anggaplah bahwa diri Anda sedang bercinta (STOP! JAngan Piktor dulu. BERCINTALAH DENGAN TULISAN ANDA). Rasakan di setiap kata-kata, kalimat, alinea, terasa selaras dan memiliki kekuatan cinta… (wkwkwkw, yang ini mungkin agak ngelantur)

Upayakan proses menulis Anda bernafsu seperti proses bercinta. (itu INTINYA)

Akan tetapi, satu hal yang membedakan bercinta dengan menulis. Yaitu, Orgasme. Dalam dunia kepenulisan, diharapkan penulis tidak pernah orgasme. (Ups, RASAKAN! #ketawa setan). Bukan, bukan penulisnya yang tidak boleh orgasme. KAmsud saya, tulisan dari penulis tersebut tidak boleh mencapai orgasme (puncak kenikmatan) aliasssss cepaaatttt PUAS dengan apa yang ditulis. Mengapa? Eh, Mengapa?

Karena, ketika seorang penulis telah puas dengan apa yang dihasilkannya maka proses menulis itu akan selesai. Seperti seseorang yang telah mengalami orgasme, nafsu dan gairahnya akan menurun, tidak seperti ketika ia sedang memulai untuk bercinta.

Yapp!
Penelitian telah selesai #applause #ketok meja tiga kali

KESIMPULANnya… jangan cepat puas dengan tulisan ANDA! Hehe

Jika Anda punya pendapat lain dan ingin menambahi posting ini, sila berkomentar ^^

Matur Tengkyu #dadaaa, #salah, #tangannn

2 comments:

nisa said...

uwooooww,
tulisan kamu berbobot sekali sayaaang.. :)
tapi bener banget kok. buat seorang PENULIS, haram hukumnya untuk orgasme. kalo perlu mah, frigid aja sekalian. hihiii..
biar tulisannya matang, and ga bosen buat mengexplore kata demi kata..

trisuntea said...

ahahaha.. biasa aja ah #malu

Sebenarnya dah lama kepikirannya. hoho.. terinspirasi dr pernyataan dosen saya, "PEnulis Tidak Boleh Orgasme".

Dan, hasil penjabaran saya seperti itu :D