19 October 2023

Menikah Bukan Perkara Sah

Ngomongin nikah bakalan gak ada habisnya. Iya gak sih? Walaupun usia pernikahanku baru 10 tahun, tidak menjamin semua yang sudah terjadi berjalan mulus sesuai keinginanku ataupun keinginan suami; keinginan kami. Banyak hal yang terjadi terkadang di luar kendali. Sebab sebaik-baiknya rencana kami, (pasti) lebih baik rencana Tuhan untuk kami.

Tulisan ini kupersembahkan untuk kamu yang mungkin saat ini sedang dilanda pertanyaan "kapan nikah?" atau kamu yang sedang galau karena umur sekian belum ada pasangan, atau bahkan kamu yang sekarang sedang menunggu pujaan hati untuk melamar/menikah denganmu.

Sabar ya, menikah bukan perkara sah. Abaikan saja perkataan orang-orang yang mungkin menyudutkanmu. Abaikan saja prasangka meraka tentang pilihan hidupmu. Abaikan saja!

Ya, sebab hanya akan ada dirimu dan pasanganmu yang akan menjalani hidup bersama, bukan orang lain itu. 

Setuju ya? 😄

https://img.lovepik.com/photo/45009/0032.jpg_wh860.jpg
Dirimu adalah kepunyaanmu. Jika ada yang berpikiran bahwa dengan menikah semuanya menjadi halal dan barokah, ya... iyaaa, memang benar. Tapi prosesnya itu lhoooo, hehehe. Ada step by step yang harus dilalui untuk pernikahan itu bisa berbuah manis.

Gak! Di sini aku gak akan cerita mengenai step by step itu. Aku cuma mau ngasih support ke kamu, bahwa pilihan kamu saat ini untuk menunda pernikahan adalah sudah tepat. Jika kamu belum siap, jika kamu belum menemukan tujuan yang jelas atas hubunganmu dengan calon pasanganmu, maka jedalah sejenak. Sendiri aja dulu. Coba introspeksi diri dulu, dan tanyakan ini pada dirimu;

Apa sih yang aku inginkan dalam hidup ini?
Benarkah keputusanku atas pernikahan ini?
Sudah siapkah aku berbagi dan hidup berdampingan selamanya dengannya?
Bisakah aku menurunkan egoku dan berdamai dengan egonya ketika kami tak seirama?
Apakah aku menerima semua yang melekat padanya, kelebihan dan kekurangannya?

Dan meskipun ini pertanyaan yang kesekian, tapi ini juga penting;

Bagaimana dengan keluarganya? Apakah aku diterima di keluarganya?

Benar adanya jika hanya akan ada kamu dan pasangan ketika telah menikah. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga seperti orang tua, kakak, adik, tetap akan menjadi lingkungan terdekat yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Kok pertanyaannya banyak? Iya banyak banget, bahkan itu bisa lebih banyak jika memang kamu belum yakin dengan pilihanmu. Karena jika kamu sudah ridho dengan pilihanmu saat ini, makan pertanyaan-pertanyaan di atas tidak akan muncul dan mengganggu pikiran dan kehidupannmu.

Pengalaman ya? :D yaaa, tipis-tipis xixixi.

Karena kujuga pernah mengalami masa ini. Masa-masa bimbang menuju hari H pernikahan. Alhamdulillah, semua berjalan dengan berliku-liku dan sudah terlewati 10 tahun.

Gak papa kuulangi lagi, yaa. Menikah bukan perkara sah. Dan tulisan ini adalah bentuk support aku untuk kamu. Karena tidak semua hal bisa kamu ceritakan ke orang lain, bahkan support system terdekatmu, maka kutulis sedikit pengalaman yang pernah kualami ini untuk kamu. Bukan untuk membuat kamu lebih bimbang, bukan yaa, tapi untuk membuatmu membulatkan lagi tekadmu untuk menikah.

Enak lho, menikah.
Bisa punya teman ngobrol 24 jam.
Bisa punya besti yang siap mendengarkan keluh kesahmu apapun itu.
Bisa punya anak juga xixixixi.
Bisa punya lebih banyak kenalan.
Dan yang pasti kamu punya belahan jiwa 👫

Okelah! Cukup sampai di sini dulu ya.

Terima kasih sudah mau membaca tulisan yang amburadul ini.
Jangan lupa komentar positif untuk tulisan ini maupun untuk aku, biar aku lebih semangat menulis blog ❤ 
.
.
.

07 October 2023

Menjadi Orangtua Baru: Gangguan Kesehatan Mental Ibu

Selamat ya, untuk kamu yang sedang membaca ini, kamu telah menjadi orangtua--menjadi Ayah dan Ibu. Tentu saja tanggung jawabmu juga akan bertambah. Bukan hanya Ibu, tapi juga Ayah. Meski Ibu mempunyai lebih banyak waktu bersama anak, namun tetap saja tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik anak adalah tanggung jawab bersama--ayah dan ibu. Betul ya, buibu?

baru anak 1 :D
Jangan kaget ya, ayah/ibu! Semua orang tua "baru" mengalami hal ini. Asalkan ayah/ibu bergelimang syukur dan ikhlas, semua akan baik-baik saja 😊

Memiliki anak yang baru lahir--bayi memang merepotkan ya ayah/ibu. Tidak sedikit ibu yang sehabis melahirkan mengalami baby blues ataupun juga depresi post partum. Yang keduanya sama-sama merupakan gangguan kesehatan mental ibu selepas melahirkan. Jangan sampai lengah ya, Ayah. Terkadang Ibu yang mengalami baby blues maupun depresi post partum tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan ini.

Kalau aku ditanya, pernah mengalami hal ini? Oh... pernah dong 😁 dan ini terjadi ketika aku lahiran anak pertama. Padahal waktu itu aku masih serumah dengan orang tuaku, harusnya kan seneng ya karena dibantu ibu sendiri. Tapi ya itu, banyak hal yang menyebabkan naik turunnya mental aku atau ibu-ibu yang lain pasca melahirkan. Bahkan terkadang sebabnya tidak terduga. Sensitifnya ibu pasca melahirkan bisa sama bahkan lebih parah dari sensitifnya ibu ketika PMS.

Dari artikel yang aku baca, ada beberapa hal yang memengaruhi kesehatan mental ibu pasca melahirkan;

Yang pertama, psikologis.
Psikologis dari sang ibu ya. Bisa jadi ibu mempunyai riwayat depresi atau kecemasan; ibu memiliki sindrom PMS, karena pasca melahirkan ibu mengalami masa nifas ya; sikap negatif terhadap bayi--hal ini bisa terjadi ketika mungkin bayi tersebut (mohon maaf) tidak diinginkan; hingga riwayat pelecehan seksual; dan yang terakhir penolakan (sikap tidak terima) dengan jenis kelamin bayi yang ibu lahirkan.

ilustrasi prolaps tali pusat
Yang kedua, faktor risiko ketika hamil maupun melahirkan.
Kehamilan yang berisiko tentu saja sangat memengaruhi kesehatan mental ibu. Hal ini meliputi operasi caesar yang tidak terencana, sehingga menyebabkan rawat inap; keluarnya mekonium (feses/pup pertama bayi yang keluar di dalam kantung ketuban--yang normalnya dikeluarkan bayi ketika bayi sudah lahir; prolaps tali pusat (kondisi dimana tali pusat bayi turun melewati janin sehingga menutupi jalan lahir--hal ini dapat menyebabkan bayi kekurangan oksigen); bayi lahir prematur dan atau berat badan rendah; kadar hemoglobin ibu yang rendah.

Yang ketiga, faktor sosial.
Dalam masa kehamilan, selain penyesuaian hormon yang menyebabkan naik turunnya emosi ibu, kurangnya dukungan lingkungan di sekitar ibu juga dapat memengaruhi kesehatan mental ibu. Kekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan seksual maupun fisik pada pasangan juga termasuk dalam faktor sosial. Hal lain yang termasuk juga dalam kekerasan adalah kekerasan verbal, yaaa mirip-mirip sama komentar deterjen, eh netizen hihihi.

Yang keempat, faktor gaya hidup.
Gaya hidup menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai cara seseorang untuk mengekspresikan diri melalui aktivitas, minat, dan opini, khususnya yang berkaitan dengan citra diri.  Masih dalam artikel yang aku baca, juga sesuai dengan arti di atas; kebiasaan makan, siklus tidur, gaya hidup ibu--seperti aktivitas fisik dan olahraga,selama sebelum menjalani persalinan hingga pasca melahirkan sangat memengaruhi kesehatan mental seorang ibu.

Dari keempat faktor di atas, dapak kusimpulkan kalau semuanya yang berhubungan dengan ibu dan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental ibu. Maka dari itu, akan sangat baik jika ibu dan lingkungan di sekitarnya sangat mendukung dan memberi semangat kepada ibu agar ibu tetap "waras".

Saran nih, buat Ayah. Tolong, selalu dampingi ibu dan memperhatikannya. Sebab, terkadang ibu bahkan tidak menyadari dirinya sendiri ketika ia sedang mengalami gangguan kesehatan mental. Contohnya, ibu sering melamun, membentak bayi, tiba-tiba menangis, tidak mau memegang bayinya, bahkan ada yang lebih fatal, seorang ibu bisa (maaf) membunuh bayinya sendiri, dan lain sebagainya.

Harus siaga ya, Ayah! Gak cuma pas hamil aja yang butuh siaga, tapi juga pasca melahirkan. Tahu kan ya, sloga suami SIAGA >> siap antar dan jaga :D  tapi kalau pasca melahirkan mah, siap momong anak dan jaga :) betul ya buibu.... hihihi.

Hayuk bu, yah. Kuncinya selalu menciptakan suasana yang harmonis dan bahagia. Iya, aku tahu, kadang kenyataan tidak sejalan dengan apa yang kita harapkan. Tapi tetaplah tenang dan sabar, roda itu berputar dan sehabis hujan muncullah pelangi. Harus yakin ya ibu/ayah. Gak usah dengerin omongan orangtua/tetangga/saudara ketika mereka berkomentar negatif. Toh, kita yang ngurus dan biayain anak kita, bukan mereka hehehe. Pokoke ibu dan ayah harus kompak yaaa ❤

Wis, ya. Kusudah bingung mau ngetik apalagi. Sebenarnya masih banyak yang mau aku ceritain, tapi untuk cerita di postingan lain saja yaaa. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk ibu dan ayah yang membacanya, dan untuk aku juga ketika mungkin aku sedang dalam keadaan mental yang turun. Sebab ngurus tiga anak juga butuh semangat dan daya juang yang tinggi ya buibu hahaha.

Okelah, cukup sampai di sini dulu.
Terima kasih yang sudah mau membaca tulisan amburadul ini.
Jangan lupa komentar positif untuk tulisan maupun untuk aku biar aku selalu semangat menulis blog ❤
.
.
.