07 October 2023

Menjadi Orangtua Baru: Gangguan Kesehatan Mental Ibu

Selamat ya, untuk kamu yang sedang membaca ini, kamu telah menjadi orangtua--menjadi Ayah dan Ibu. Tentu saja tanggung jawabmu juga akan bertambah. Bukan hanya Ibu, tapi juga Ayah. Meski Ibu mempunyai lebih banyak waktu bersama anak, namun tetap saja tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik anak adalah tanggung jawab bersama--ayah dan ibu. Betul ya, buibu?

baru anak 1 :D
Jangan kaget ya, ayah/ibu! Semua orang tua "baru" mengalami hal ini. Asalkan ayah/ibu bergelimang syukur dan ikhlas, semua akan baik-baik saja 😊

Memiliki anak yang baru lahir--bayi memang merepotkan ya ayah/ibu. Tidak sedikit ibu yang sehabis melahirkan mengalami baby blues ataupun juga depresi post partum. Yang keduanya sama-sama merupakan gangguan kesehatan mental ibu selepas melahirkan. Jangan sampai lengah ya, Ayah. Terkadang Ibu yang mengalami baby blues maupun depresi post partum tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan ini.

Kalau aku ditanya, pernah mengalami hal ini? Oh... pernah dong 😁 dan ini terjadi ketika aku lahiran anak pertama. Padahal waktu itu aku masih serumah dengan orang tuaku, harusnya kan seneng ya karena dibantu ibu sendiri. Tapi ya itu, banyak hal yang menyebabkan naik turunnya mental aku atau ibu-ibu yang lain pasca melahirkan. Bahkan terkadang sebabnya tidak terduga. Sensitifnya ibu pasca melahirkan bisa sama bahkan lebih parah dari sensitifnya ibu ketika PMS.

Dari artikel yang aku baca, ada beberapa hal yang memengaruhi kesehatan mental ibu pasca melahirkan;

Yang pertama, psikologis.
Psikologis dari sang ibu ya. Bisa jadi ibu mempunyai riwayat depresi atau kecemasan; ibu memiliki sindrom PMS, karena pasca melahirkan ibu mengalami masa nifas ya; sikap negatif terhadap bayi--hal ini bisa terjadi ketika mungkin bayi tersebut (mohon maaf) tidak diinginkan; hingga riwayat pelecehan seksual; dan yang terakhir penolakan (sikap tidak terima) dengan jenis kelamin bayi yang ibu lahirkan.

ilustrasi prolaps tali pusat
Yang kedua, faktor risiko ketika hamil maupun melahirkan.
Kehamilan yang berisiko tentu saja sangat memengaruhi kesehatan mental ibu. Hal ini meliputi operasi caesar yang tidak terencana, sehingga menyebabkan rawat inap; keluarnya mekonium (feses/pup pertama bayi yang keluar di dalam kantung ketuban--yang normalnya dikeluarkan bayi ketika bayi sudah lahir; prolaps tali pusat (kondisi dimana tali pusat bayi turun melewati janin sehingga menutupi jalan lahir--hal ini dapat menyebabkan bayi kekurangan oksigen); bayi lahir prematur dan atau berat badan rendah; kadar hemoglobin ibu yang rendah.

Yang ketiga, faktor sosial.
Dalam masa kehamilan, selain penyesuaian hormon yang menyebabkan naik turunnya emosi ibu, kurangnya dukungan lingkungan di sekitar ibu juga dapat memengaruhi kesehatan mental ibu. Kekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan seksual maupun fisik pada pasangan juga termasuk dalam faktor sosial. Hal lain yang termasuk juga dalam kekerasan adalah kekerasan verbal, yaaa mirip-mirip sama komentar deterjen, eh netizen hihihi.

Yang keempat, faktor gaya hidup.
Gaya hidup menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai cara seseorang untuk mengekspresikan diri melalui aktivitas, minat, dan opini, khususnya yang berkaitan dengan citra diri.  Masih dalam artikel yang aku baca, juga sesuai dengan arti di atas; kebiasaan makan, siklus tidur, gaya hidup ibu--seperti aktivitas fisik dan olahraga,selama sebelum menjalani persalinan hingga pasca melahirkan sangat memengaruhi kesehatan mental seorang ibu.

Dari keempat faktor di atas, dapak kusimpulkan kalau semuanya yang berhubungan dengan ibu dan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental ibu. Maka dari itu, akan sangat baik jika ibu dan lingkungan di sekitarnya sangat mendukung dan memberi semangat kepada ibu agar ibu tetap "waras".

Saran nih, buat Ayah. Tolong, selalu dampingi ibu dan memperhatikannya. Sebab, terkadang ibu bahkan tidak menyadari dirinya sendiri ketika ia sedang mengalami gangguan kesehatan mental. Contohnya, ibu sering melamun, membentak bayi, tiba-tiba menangis, tidak mau memegang bayinya, bahkan ada yang lebih fatal, seorang ibu bisa (maaf) membunuh bayinya sendiri, dan lain sebagainya.

Harus siaga ya, Ayah! Gak cuma pas hamil aja yang butuh siaga, tapi juga pasca melahirkan. Tahu kan ya, sloga suami SIAGA >> siap antar dan jaga :D  tapi kalau pasca melahirkan mah, siap momong anak dan jaga :) betul ya buibu.... hihihi.

Hayuk bu, yah. Kuncinya selalu menciptakan suasana yang harmonis dan bahagia. Iya, aku tahu, kadang kenyataan tidak sejalan dengan apa yang kita harapkan. Tapi tetaplah tenang dan sabar, roda itu berputar dan sehabis hujan muncullah pelangi. Harus yakin ya ibu/ayah. Gak usah dengerin omongan orangtua/tetangga/saudara ketika mereka berkomentar negatif. Toh, kita yang ngurus dan biayain anak kita, bukan mereka hehehe. Pokoke ibu dan ayah harus kompak yaaa ❤

Wis, ya. Kusudah bingung mau ngetik apalagi. Sebenarnya masih banyak yang mau aku ceritain, tapi untuk cerita di postingan lain saja yaaa. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk ibu dan ayah yang membacanya, dan untuk aku juga ketika mungkin aku sedang dalam keadaan mental yang turun. Sebab ngurus tiga anak juga butuh semangat dan daya juang yang tinggi ya buibu hahaha.

Okelah, cukup sampai di sini dulu.
Terima kasih yang sudah mau membaca tulisan amburadul ini.
Jangan lupa komentar positif untuk tulisan maupun untuk aku biar aku selalu semangat menulis blog ❤
.
.
.

No comments: