26 November 2009

LYK - Lintang yang Ketiga (Lintang)

Tuhan selalu tak merestui hubunganku
Aku kembali terjatuh
“Dia nembak kamu, main-main. Ngerti!” kata Gina
Hati yang telah melambung kini telah dijatuhkan sekeras-kerasnya
Semuanya hancur tak ada sisa

jadi selama ini kau membohongiku?
hanya itu pertanyaanku
yang dapat aku simpulkan sekarang
semua yang kamu ungkapkan padaku hanyalah kebohongan
di depanku kau berkata A, di depannya kau berkata Z

Di depannya, kau tak pernah membelaku
tp di belakang, kau memujaku, menginginkan aku
bimbang rasanya hati ini

Air mata inipun enggan tuk menetes lagi
Terlalu sesak
Terlalu pedih, hingga air matakupun tak bisa tuk mewakili perasaanku
Hari ini, dia telah mengungkap bahwasannya aku memang wanita gampangan
Dia yang pernah bilang seperti itu padaku
Iya, aku memang mudah jatuh cinta
Aku telah jatuh cinta dengan orang yang salah
Orang yang ku percaya ternyata ia juga mendustai kepercayaanku
Apakah aku harus tak mempercayai omongan orang?
Hatiku telah luruh
Pikiran ini juga telah kabur
Aku sudah tak bisa bedakan lagi mana kejujuran dan mana kebohongan
Aku sudah terlalu lelah untuk percaya
Tapi di saat aku percaya ternyata kamu juga sama saja
Hanya memainkan aku sebagai bonekamu
Yang dapat kamu mainkan, kamu buang, seenak kamu sendiri
Tuhan, aku hanya ingin sejenak melabuhkan hati ini
Aku sudah lelah Tuhan
Aku lelah untuk percaya, aku lelah untuk membangun lagi kepercayaan itu
Maafkan aku Tuhan, aku terlalu sering mengeluh….

Jogja, 23 November 2009

24 November 2009

Lintang yang Ketiga (bag. 2)

Aku memang memilih untuk siap menjadi yang terbuang. Aku telah memilih jalanku untuk menjadi seorang yang dipersalahkan. Dan secuil kebahagiaan itu telah kuraih. Aku bahagia dan nyaman berada di dekatnya, tanpa pernah memikirkan konsekuensi yang akan terjadi. Tanpa pernah memikirkan hal terburuk yang akan aku terima.

Hari-hari berikutnya aku jalani secuil kebahagiaan itu dengan ikhlas. Meskipun aku bukan yang pertama. Ingat, bukan yang pertama. Selalu menjadi yang kedua dari yang pertama. Pahit, namun tetap saja aku jalani.
“Aku sayang kamu,” kata Dimas.
“Iya, aku juga sayang kamu,” aku jawab.

Hanya secuil, dan memang secuil, harapan kebahagiaan itu hadir.

Di tengah-tengah secuil kebahagiaan itu, aku telah melupakan sesuatu. Melupakan kenyataan, Gina.

13 November 2009

Lintang yang Ketiga (bag.1)

Sejenak aku terdiam dan menyadari bahwa ternyata diriku ada di posisi yang salah. Aku hadir di antara mereka seakan Dimas adalah makhluk di alam bebas yang tak punya keterikatan dengan Gina. Aku lemah tak berdaya mendengarkan kejujuran Dimas. Terasa kerajaan hati yang telah rapuh, runtuh kembali tanpa bekas.


“Maaf Lin, kamu tidak akan membenci aku kan? Aku sayang kamu. Aku tak akan mere-lakan kamu lepas dari aku. Aku selalu ingin menjagamu. Aku nyaman berada di dekat-mu Lintang,” pinta Dimas kepadaku.


Aku hanya bisa meneteskan air mata. Aku mengutuki diriku sendiri. Tuhan, aku mengulang kesalahan yang sama.

01 November 2009

MASALAHKU, MASALAHMU

Pagi ini aku harus berangkat ke sebuah dusun kecil di pelosok kota Semarang. Tidak pernah terbayangkan olehku mendapatkan tempat tugas di daerah pelosok. Selama aku dilahirkan di bumi ini, aku tidak pernah bersinggungan dengan daerah pedesaan, alih-alih dusun pelosok. Sejak surat panggilan itu datang, kegelisahan dan kegundahan merenggut seluruh pikiranku. Aku enggan meninggalkan keramain kota ini. Akan tetapi, hal ini adalah cita-citaku dulu. Bukan, bukan cita-citaku, cita-cita almarhum Ayahku. Mengingat almarhum Ayah, sungguh luar biasa semangat ini muncul begitu saja. Akhirnya, aku berangkat.