28 September 2012

Pesta Perselingkuhan

Hari ini terlewati sangat lama. Hari yang biasa kulewati dengan taburan energi positif kini temaram sudah. Tawa teman-teman kantor yang biasa membuat gairah kerjaku meningkat kini seperti petaka yang mengikat. Aku lemah tak berdaya. Mematut diri di depan cermin toilet dan hasilnya hanyalah butiran bening yang meluncur begitu saja dari sudut mata. Melunturkan maskara. Tuhan, bisa aku minta kepada-Mu untuk men-skip hari ini?

Jam istirahat. Begitu teman-teman kantor berceloteh. Menghentakkan pikiran yang tiba-tiba kembali ke tempatnya lagi. Aku sendiri sudah tak berminat untuk sekedar memasukkan makanan ke mulutku. Perutku sudah penuh dengan kebohonganmu. Ah, kamu lagi ... kamu lagi ... kamu lagi!

Dulu kamu pernah mengatakan jika aku adalah sosok perempuan yang sangat pintar. Kamu juga pernah mengatakan kalau kamu akan melakukan semuanya untukku. Tapi aku selalu mengelak ketika kau berucap seperti itu. Aku selalu mengatakan bahwa kamu adalah pekerja keras yang tak kenal lelah. Dan ketika kamu berucap tak bisa melakukan sesuatu, aku selalu mendukungmu, menyemangatimu.

Lalu, balasmu?

"Kau terlalu pintar, Ken! Aku tak pantas jika nantinya menikah denganmu. Lihat saja di kantor! Aku bawahanmu bukan?"

Setelah itu, kamu tak pernah menyapaku lagi di kantor. Bahkan kamu selalu menghindar ketika aku berusaha untuk menjelaskan pekerjaan dan bukan mengenai kita?

Ah, entahlah. Kutahu sekarang bahwa kemarahanmu tempo lalu itu hanyalah omong kosong. Kemarin , mungkin aku tak sempat mengucapkan selamat itu kepadamu. Dan hari ini mungkin aku juga takkan sempat lagi. Selamat atas pesta perselingkuhanmu kemarin. Dan selamat karena hari ini kamu merayakannya lagi di kantor. Tepat makan siang.

Lambang Cinta

"Ja, kalau lambang cinta biasanya kayak gini kan?" ujar Nilam sambil melukis gambar hati di hamparan pasir pantai Parangtritis.

"Aku sempat bingung membedakan apakah itu sebenarnya gambar hati atau gambar jantung. Karena menurutku gambar ini sama dengan gambar hati dan jantung," celoteh Nilam masih terus memberondong. Kibaran angin yang menghempas ombak senja itu tak mau tahu dan masih saja mempermainkan apa saja yang dilaluinya. Termasuk Nilam.

Nilam masih mempermainkan ranting kayu yang ditemukannya tadi ketika ia berjalan menyisir pantai. Kaki-kaki telanjangnya bersetubuh dengan buih air yang girang berlarian.

"Ja, apakah tadi aku sudah bilang? Kalau sebenarnya persepsiku mengenai lambang cinta ini bukanlah mengenai gambar hati atau jantung."

Nilam menghela napasnya sebentar. Memandang lautan lepas yang tiada batas. Senja masih terhias dan sebentar lagi sosok itu akan terbias. Berganti malam. Tampak pasangan muda-mudi saling melingkarkan tangannya. Saling merengkuh agar tak terpisah jauh.

Nilam menatap senja. Dengan bulatan hitam matanya yang nanar, akhirnya ia mengatakan hal tersebut.

"Ja, lambang cinta itu sebenarnya adalah aku dan seseorang yang sekarang telah mengisi hatiku. Aku pernah menggambar itu di sini. Ini aku, dan ini  dia." Nilam masih menggambar. "Jika ini dirangkai menjadi satu, maka ... hap! Terjadilah lambang cinta yang aku maksud."

"Hmm ... sepertinya sudah semakin sore. Senja yang baik, aku harus pulang. Besok lambang cintaku akan menemuiku di pelaminan. Setelahnya, aku akan ke sini lagi. Mengukir lambang cinta yang sebenarnya."

26 September 2012

Kamar (Privasi)

Entah kenapa, pagi-pagi gini saya pengen nulis :) *tumben

Sekarang, saya sudah punya kamar sendiri lhooohh di rumah *njuk ngopo? Hehe ...

selamat datang di kamar baru (before)
Saya sempat curhat kalau saya sudah di rumah dan tidak memiliki kamar. Sekarang, saya sudah punya kamar sendiri :) Seperti kamar kos saya sebelumnya, semua barangnya sama. Sehingga membuat saya semakin betah di kamar.

Meski di awal-awal kemarin, saya menyuruh adek saya untuk menemani saya tidur selama tiga malam. Ini disebabkan oleh kamar yang sekarang saya huni adalah kamar yang sudah 5 tahun tidak dihuni. Setelah saya bersihkan bersama Ibu, menjelmalah kamar yang sudah tak menyeramkan lagi. Jangan salah, Ibu saya pun takut dulunya kalau di suruh ke kamar ini.

Ini ruang privasi saya dan saya belum ingin membaginya.

Selamat berkarya!
 
before

after

before

after--berantakan itu tanda belajar :P

25 September 2012

Jalan Lain



Lian terpekur di dalam kamarnya yang gelap. Sengaja tak ia nyalakan lampu yang biasa meneranginya. Padahal ia bukanlah gadis yang suka gelap. Suasana hatinya sudah tak lagi mengingat fobia yang dideritanya.

Butiran bening itu masih tetap saja meluncur dari sudut matanya. Tanpa jeda, seperti aliran memori yang kini berhias di setiap tetes butiran itu. Keinginannya melanjutkan kuliah kandas di tengah jalan. Koran yang memuat ribuan nama dan namanya itu hanyalah fatamorgana yang tak jadi terwujud.

***

“Ibu, hanya seorang pedagang jamu, Nak. Maafkan ibu jika tak bisa membiayai cita-citamu untuk mejadi dokter,” tutur Ibu Lian, parau. Ibu sebenarnya tak ingin melontarkan tuturan tersebut.
“Tak apa, Bu. Mungkin ini belum jalan Lian. Lian akan terus berusaha untuk menggapai cita,” katanya, berlalu meninggalkan Ibu yang masih terduduk di ruang tamu.

***

Lian berjalan gontai menuju kamar, menutupnya, mengunci diri. Gelap. Ia tak tahu, di balik jalan ini, masih terbentang jalan panjang yang bercabang.

Mozaik Rindu Surya



“Ingin kuurai mozaik rindu yang kian menggebu
Seperti ingin kuurai hati yang sekarang tak berpenghuni
Laras … aku ingin kamu kembali berada di dada kiri”

Surya meletakkan kembali pena yang tadi ia gunakan untuk menulis. Menorehkan tinta hitam, sehitam pengakuannya kepada notes yang kini masih berada di mejanya. Terbuka. Terlihat lingkaran lembab yang merembes dalam notesnya, hasil dari Kristal-kristal bening yang keluar dari matanya.

***

“I love you, Laras,” bisik Surya tepat di cuping telinga lembutnya.
“I loye you more, Surya,” lembut suara LAras menggetarkan hati Surya. Ia semakin merapatkan pelukannya. Mencoba menahan agar Laras tak pernah lepas sedetikpun dari genggaman hatinya.

***

“Laras, aku bukan manusia seperti yang kamu pikirkan
Aku adalah Surya, sama seperti dulu ketika awal berkenalan
Bukan Surya seperti pemberitaan
Ini di luar batas kemampuan
Bukan aku yang melakukan
Terbukti, 2 tahun berselang aku dibebaskan
Sabu itu milik teman yang ketinggalan”

Surya menyudahi ritualnya menulis notes. Membereskan peralatan tulis yang berserakan di meja kerjanya. Seperti ia membereskan sisa reruntuhan hatinya yang lantak karena Laras.

24 September 2012

Profesi: Petani Garam

Sejak di rumah, saya selalu bergelut dengan garam. Ya, sempat takut juga kalau ternyata setelah di rumah saya akan menjadi asin dan keasinan :D Sayang kan, kalau sudah manis gini jadi asin? << lupakan!

Rumah saya yang notabene sangat dekat sekali dengan perairan laut Jawa membuat saya dan warga desa yang saya tinggali ini memiliki mata pencaharian utama sebagai petani tambak dan garam.

Sebentar, terlepas dari itu semua orang yang memiliki profesi mengolah tambak dan garam tidak bisa disebut nelayan bukan? Mungkin harus ada kosakata baru untuk profesi ini agar tidak meminjam kata petani.

Di musim kemarau seperti ini, hampir 90% warga di desa ini akan mengolah lahan tambaknya untuk dijadikan lahan bertani garam. Mereka biasa menyebut ini dengan koen (baca: kowen). Sama seperti tambak, biasanya berbentuk segi empat dengan luas kira-kira 5--8 meter persegi. Akan tetapi, kedalamannya tidak sampai 1 meter. Paling hanya 10--20 cm.

koen petani garam
Proses pengkristalan garam biasanya membutuhkan waktu sehari (apabila cuaca panas dan disertai angin). Pernah suatu ketika cuacanya sangat panas tetapi tak ada angin, pengkristalan garam tidak berlangsung dengan baik. Garam yang dihasilkan lembut, seperti es krim. Bahkan ada kowen yang pengkristalannya tidak terjadi. Mereka menyebutnya gandor yang artinya tidak keluar. Kata ini biasa digunakan dalam istilah garam dan tambak.

Seusai garam tersebut digaruk, garam tersebut akan dicuci terlebih dahulu agar putih. Oh ya, kualitas garam terlihat pada putihnya garam dan hal ini dipengaruhi oleh proses pemanasan dan pencucian.

Garam yang sudah dicuci tersebut biasanya ditimbun di suatu tempat, kami biasa menyebutnya godang >> gudang garam. Transportasi yang dipakai untuk mengangkut garam yang sudah jadi tersebut (garam curah) adalah sepeda onthel dan sepeda motor. Sepeda motor ini merupakan dampak modernisasi karena lebih efisien, hemat, dan tidak menguras banyak tenaga. 75% pengangkut garam di desa ini telah menggunakan kendaraan bermotor. Sisanya, masih menggunakan sepeda onthel.

pengankut dengan sepeda yang waktu itu karena sepeda sudah tua, rodanya tak sengaja bengkok

pengangkut dengan kendaraan bermotor @ CV. Dua Roda

Terkadang ada pula yang godang-nya sudah penuh sehingga mereka langsung menjualnya ke pengepul. Biasanya pengepul ini adalah orang-orang yang memiliki pabrik garam atau memiliki pasarnya sendiri. Untuk saat ini (tertanggal 24 September 2012) harga garam perbojog dibeli seharga Rp.50.000,00. Garam per bojog beratnya rata-rata 175--200 kg.

Yak, sekian laporan dari TKP >> Ds. Agung Mulyo >> desaku yang sangat kucinta. Desa penghasil garam dan penghasil bandeng serta udang.

Mengenai proses garam ini dapat dlihat di Lika-Liku Garam.

23 September 2012

Saya atau Aku?

Selamat sore, pemirsa blog SUARAKU :)

Tiba-tiba saya teringat mengenai kata yang seharusnya tidak saya pakai, tapi tanpa sadar kata tersebut saya pakai juga. Masing ingat postingan ini? Aku tanpa Saya dan Kamu tanpa Anda adalah tonggak kelahiran penyebutan diri saya di blog ini << ini lebay.

Dulu saya pernah bilang untuk mengganti kata saya menjadi aku dan anda menjadi kamu tapi hal itu tak dapat dibohongi dengan hanya langsung menggunakannya. Ada kalanya saya lebih enak menyebut diri saya sebagai saya dan ada kalanya menjadi aku. Jadi, karena itulah saya memutuskan untuk menyudahi asumsi saya mengenai pemakaian kata-kata tersebut :D

Jadi sekarang saya akan memakai kata-kata tersebut sesuai kebutuhan saya. Mungkin ketika saya curhat, saya akan lebih tertarik menggunakan kata aku daripada saya :D hehe

Oke! Keep writing :)


22 September 2012

Final Destination!


19 September 2012, kemarin saya menunaikan hal yang mungkin berpengaruh besar terhadap kehidupan saya: kembali ke rumah. Ini bukan hanya sekedar kembali ke rumah, tapi pindah ke rumah. Iya, pindah dari kos ke rumah sampai waktu yang belum ditentukan. Mungkin selamanya? Entah! Biarlah waktu yang menentukan ….

---------------------------------------------------------------------

Berawal pada hari Senin, 17 September 2012.
Saya dan kedua orangtua saya berangkat ke Jogja pukul 10.00 WIB menaiki mobil. Sampai Jogja sekitar pukul 15.30 WIB. Tanpa basa-basi kami langsung mengangkut semua barang kepunyaan saya di kos. Semuanyaaaa! Dengan pengecualian motor (yang akan saya bawa pulang sendiri) dan beberapa baju untuk ganti selama 2 hari. Lalu sekitar pukul 17.00 WIB beres-beres sudah rampung. Semua sudah tersusun rapi di dalam mobil. Mobilnya penuh tanpa ada sisa celah.

barang dari Jogja yang ada di kamar kos

Oia, sebelumnya, ketika di rumah. Kursi mobil yang bagian tengah dan belakang sudah dicopot terlebih dahulu agar luas dan muat barang-barang. Salah satu barangnya saya karena saya duduk lesehan ketika berangkat ke Jogja.

Malamnya, saya tetap tidur di kos dengan kasur pinjam sama mbak kos yang kebetulan memiliki kasur berlebih. Saya tidur ditemani suasana kamar yang lengang karena memang tak ada apa-apanya.

bagian kiri
bagian kanan













Selasa, 18 September 2012
Saya sudah rapi sejak pukul 07.30 WIB. Tak lupa untuk sarapan. Lalu capcus ke BI karena mau nuker uang rusak yang dibawa dari rumah. Setelah dari sana, memutuskan untuk menemui senior saya di EO untuk menyerahkan berkas-berkas penting yang saya bawa selama kerja part-time di EO. Perpisahan dengan senior terasa cengeng. Saya sedih dan Beliau juga sedih. Saya berterima kasih sekali karena telah mengenal Beliau dan diperkenankan untuk “merusuh” di EO yang Beliau pimpin. Sekali lagi, terima kasih Bapak.

Selepas ngobrol panjang lebar, akhirnya saya pamit. Cus, ke tempat servis motor. Si BH perlu perawatan intensif karena akan dibawa perjalanan jauh: Kos-Jogja-Purwodadi-Pati-Juwana-Agung Mulyo-Rumah.

Setelah servis, sengaja ke toko buku untuk beli beberapa buku. Yes! Dan pulangnya mampir ke BARKAS (Toko Barang Bekas di seberang Toga Mas Gejayan) untuk menilik gitar.

Sekilas info: Gitar saya yang saya beli karena pengen belajar gitar telah rusak dan terbelah menjadi dua bagian—atas dan bawah. Gak sengaja dibanting sama ponakan saya.

gitar lama (penuh kenangan) dan gitar baru
Oke! Berhubung harga gitarnya masih terjangkau di kantong saya, akhirnya saya membelinya. Sekalian tasnya juga karena akan saya bawa pulang.

Perburuan, BERAKHIR!

Rabu, 19 September 2012
Pukul 04.00 WIB saya sudah bangun dan segera mandi. Pukul 05.00 WIB saya sudah bersiap pamitan. Meski ada beberapa hal yang saya gak sangka.

Hal 1: Dapat tentengan dari Mbak Kos >> Brownies Amanda Original cokelat. NYAM!
Hal 2: Dapat bingkisan dari adek kos: Hepi dan Dini >> Kaos Gareng (Jogja) dan Pasmina. OKE!
Hal 3: Dapat petuah dari Ibu kos karena kos saya yang belum habis masa mau diminta. DAMN!

Pukul 05.30 WIB cus meninggalkan kos dan Jogja, juga pacar setelah pamitan :(

-------------------------------------------------------------------

Saya (dan juga ortu saya ikut andil) telah merencanakan jalan hidup dan cita-cita saya. Tapi Tuhan yang mengatur jalan hidup tersebut. Saya pun gak ngerti apakah jalan ini akan berakhir sesuai dengan harapan saya, ataukah akan berakhir dengan hal yang lebih luar biasa dari harapan saya. Hanya Tuhan YangMahaTahu.

Fighting!

11 September 2012

Kembali Pulang

Sudah beberapa hari ini aku di rumah setelah wisuda kelulusan S1-ku. Sebenarnya aku ingin sekali seperti perempuan-perempuan kota kebanyakan yang mencari lowongan pekerjaan, memasukkan lamaran, tes tertulis, interview dan sebagainya. Namun sayangnya, aku tak memilih itu.

Mulanya aku sudah mencari lowongan pekerjaan itu. Dari mulai ikut berlangganan email dari joobstreet hingga tiap hari melacak jejak lowongan pekerjaan di akun twitter @jogjalowker. Beberapa ada yang aku minati tetapi “rasa” itu masih tak bisa aku raba.

Aku suka traveling. Aku suka kuliner. Aku suka bersama dengan tim yang kompak. Aku suka bekerja sendiri. Tapi aku tak (terlalu) suka jika berada dalam ruangan yang menjemukan. Tapi aku suka kamarku. Tentu beda bukan, antara ruang kamar (sendiri dan pribadi) dan kantor?

Ya, aku suka berlama-lama di kamar sendiri—pribadi. Namun sayangnya lagi, di rumah aku sudah tak punya kamar. Aku satu kamar dengan adeku. Kamar ini dulunya aku huni. Tapi ketika aku mulai meninggalkan rumah karena harus kuliah, kamarku kosong dan akhirnya ditempati oleh adeku. Sehingga sekarang, aku harus numpang tidur dan barang-barang juga di kamar bekas punyaku adeku.

Kembali ke kamar pribadi.

Di kamar aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam entah itu hanya sebatas melamun, membaca buku, nonton film, nulis, tidur, umpetin nangis, umpetin rasa kesel ketika sebel sama keluarga, dan masih banyak lagi. Di kamar ini aku bisa bermimpi, menjadi diri sendiri, mengeja tiap detik cita-cita yang telah kususun rapi (meski masih belum terlaksana semuanya).

Dan karena itulah, aku memilih untuk tidak mengirimkan email ke beberapa lowongan kerja yang sudah aku kumpulkan. Aku sempat curiga ketika aku mencoba mengirimkan lamaran ke salah satu bank berbasis syariah. Setelah 3 kali aku mencoba mengirimkan email dan selalu mendapatkan email balasan dari MAILER-DAEMON@yahoo.com akhirnya aku menyerah (entah ini pilihan yang baik atau tidak).

Beginilah adanya aku. Kembali ke Juwana. Kampung halaman tercinta, Ds. Agung Mulyo. Membersihkan kamar belakang (di bantu Ibu) yang sudah lama tak dihuni untuk kujadikan kamar pribadi lagi. Untuk merangkai mimpi yang pernah terbengkalai. Untuk mencari tujuan hidup yang baik. Semoga diridhoi oleh YangMahaKuasa. Amin ....

Fighting!