Hayoo hayoo...siapa yang tak kenal dengan Abu Nawas? Untuk yang belum kenal, sila cari sendiri tentangnya, di buyut google hehe :D
Oke, berikut akan saya paparkan esai mengenai Abu Nawas. Sebenarnya, esai ini saya kumpulkan untuk salah satu tugas matakuliah saya *ini bukan alibi untuk tidak kreatif ngepost*
Ceekkiiidooot!!!!
Hikayat Abu Nawas (AN) merupakan salah satu jenis kesusastraan rakyat yaitu cerita jenaka. Cerita jenaka adalah cerita tentang tokoh yang lucu, menggelikan, atau licik dan licin (Fang, 1991:14). Lahirnya cerita jenaka dilatarbelakangi oleh kecenderungan masyarakat terdahulu yang suka melebih-lebihkan sesuatu hal.
Hikayat AN merupakan satu kumpulan cerita jenaka yang berasal dari luar Parsi/Arab, tetapi populer sampai ke Madagaskar, Afrika, Turki, Arab, dan Indonesia. Tokoh Abu Nawas memang terkenal dalam peradaban Islam sebagai seseorang yang cerdik dan pintar dalam era kegemilangan dinasti Abbasiyah di Baghdad di bawah pemerintahan Sultan Harun Ar-Rasyid.
Menurut sejarah, Abu Nawas bernama lengkap Abu-Nuwas al-Hasan bin Hani al-Hakami. Abu Nawas dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz dan meninggal (dibunuh) pada tahun 810 M di Baghdad (pada usia 60 tahun). Semasa hidup, Abu Nawas mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul dengan orang-orang badui padang pasir. Karena pergaulannya tersebut, ia mahir menggunakan bahasa Arab, mengetahui adat istiadatnya, dan kegemaran orang Arab. Abu Nawas pandai bersyair, berpantun, dan menyanyi. Abu Nawas juga sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya. Kemudian, mereka berdua menghambakan diri kepada Sultan Harun Ar-rasyid Raja Baghdad.
Dalam bahasa Melayu, hikayat AN ini terbagi menjadi dua versi (Soegiarta, 1985:77) yaitu hikayat AN berdasarkan pada cerita lingkungan Islam di India, dan cerita AN yang sering dibandingkan dengan cerita Nasreddin, cerita cyclus dari Turki. Sedangkan Winstedt mengemukakan bahwa hikayat ini bersumber dari dua tradisi cerita AN, Perso-Arabic cycle dan Muslim-India. Versi Muslim-India berjudul Hikayat Abu Nawas tersimpan di Perpustakaan Kebangsaan Singapura dan dicetak/dicap di Singapura oleh Sulaiman Mari. Versi Parsi-Arab berjudul Tjerita Aboe Nawas dan pernah dicetak aleh Albrecht dan Rusche di Batavia (sekarang Jakarta) pada abad 19.
Pada awal abad 19 dan 20, hikayat AN diterbitkan dengan cetak batu (lithograph) beberapa kali termasuk oleh percetakan Cina Peranakan. Sekarang, naskah-naskah cetakan tersebut tersimpan di perpustakaan British Library di London, School of Oriental and African Studies, University of London (London), Koninklijk Instituut Voor Taal-Land-en Volkenkunde (Lieden, Holland), dan National Library of Singapore (Singapura).
Cerita Abu Nawas telah diterbitkan beberapa kali, diantaranya:
1. Nur St. Iskandar: Abu Nawas, Jakarta, 1955;
2. Abu Nawas, Jakarta, 1970;
3. Muhammad Idris: Hikayat Abu Nawas. Anak Kadi Maulana, Singapura, 1926 (1345);
4. R.O. Winstedt: Hikayat Abu Nawas. JSBRAS. LXXXI (1920):15-21; dan LXXXIII (1923):94-95.
Di bawah ini disajikan ringkasan Hikayat AN (bagian cerita satu dan cerita dua) yang dicetak oleh Singapura (Fang, 1991:23):
(1) Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad. Adapun Abu Nawas itu sangat cerdik dan terlebih bijak daripada orang banyak. Bapanya seorang Kadi. Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia meminta Abu Nawas mencium telinganya. Telinga sebelah kanannya sangat harum baunya, sedangkan telinga kiri sangat busuk . Bapanya menerangkan bahwa semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah mendengar aduan seorang dan tiada mendengar adua yang lain. Itulah sebabnya sebelah telinga menjadi busuk. Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus mencari helah melepaskan diri. Hatta bapa Abu Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun Ar-rasyid mencari Abu Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu Nawas pun membuat gila dan tidak tentu kelakuannya. Pada suatu hati, Abu Nawas berkata kepada seorang yang dekatnya, ”Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi makan rumput kuda itu.” Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi. Permintaan dikabulkan dan si polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu Nawas itu, pekerjaannya tiap hari ialah mengajar kitab pada orang negeri itu.
(2) Pada suatu malam, seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri Baghdad bermimpi menikah dengan anak perempuan kadi yang baru itu. Tatkala kadi itu mendengar mimpi anak Mesir itu, ia meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak Mesir itu menolak, segala hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas. Abu Nawas lalu menyuruh murid-muridnya memecahkan rumah kadi itu. Tatkala dihadapkan ke depan Sultan, Abu Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu menyuruhnya berbuat begitu. Dan memakai mimpi sebagai hukum itu sebenarnya adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan demikian terbukalah perbuatan kadi yang zalim itu. Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan. Kemudian anak Mesir itu pun diamlah di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun kembali ke negerinya.
Hikayat AN memang memiliki banyak versi dan varian. Sebagai bahan perbandingan, berikut ringkasan Hikayat AN (yang disusun oleh Winstedt) bagian kedua (halaman 65-78) yaitu hikayat Darmah Tasiyah (katalogus Amir Sutarga, 1972:78-79):
Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang kematiannya ia memanggil anak-anaknya dan disuruh mencium telinganya. Jika telinga kanan harum baunya, itu pertanda akan baik. Akan tetapi jika yang harum telinga kiri, berarti bahwa sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik. Ternyata yang harum yang kiri.
Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak diangkat menggantikan ayahnya sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya ialah Lukman. Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan kadi baru kawin gelap, akan tetapi tanpa emas kawin sama sekali kecuali berupa lelucon-lelucon, sehingga diusir bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu mengembara ke Mesir, dan dengan demikian kehormatan kadi baru itu pulih kembali.
Jika dibandingkan, kedua Hikayat AN ini memiliki banyak perbedaan. Berikut tabel perbedaan tersebut.
Seperti yang diketahui bahwa terjadinya perbedaan bukan hanya pada gaya penceritaan, tetapi juga alur dan isi cerita. Hal ini menyebabkan terjadinya teks varian.
Hikayat AN memiliki banyak varian dan variasi. Sesuai yang sudah dijelaskan di atas, Hikayat AN hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sumber Hikayat AN memang hadir dari teks, akan tetapi teks itu berkembang dari mulut ke mulut setelah hadir dalam masyarakat luas. Cerita tentang Abu Nawas telah menjadi dongengan sehari-hari dan tidak lagi menjadi teks kuno.
Daftar Pustaka:
- Buku
Fang, Liaw Yock. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soegiarta. 1985. Secercah Tokoh dan Karya Sastra. Klaten: PT Intan.
Team Pelaksana Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Bidang Permuseuman. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Internet
http://myais.fsktm.um.edu.my/7954/1/hikayat_abu_nawas..vol14_%281-63%29_2006.PDF (diakses pada 19 Oktober 2009, pukul 23.19 WIB)
4 comments:
tengkyuu gan infonya.. folow back yach
Terima kasih :)
menambah infomasi nie....
lg cari hikayat melayu klasik nie gak nemu2 .., bingung jadinya,..., buat tugas lg
Bisa dicari di referensi bukunya kakak. Lengkap itu :D
Post a Comment