Belajar tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga suatu kebutuhan yang harus senantiasa dikerjakan oleh mahasiswa. Belajar merupakan sarana untuk meraih nilai yang maksimal. Namun, hal itu tidak dipedulikan oleh kebanyakan mahasiswa. Hampir sebagian mahasiswa tersebut malas belajar dan memilih jalan-jalan atau bermain. Sebenarnya, jalan-jalan atau bermain boleh saja dilakukan atau mungkin wajib dilakukan untuk sekedar mengistirahatkan pikiran, tetapi dibutuhkan juga kepandaian untuk membagi waktu antara belajar dan main-main.
Kebiasaan mahasiswa mengesampingkan belajar membuat ruang gerak untuk belajar menjadi sempit sehingga terbentuklah ungkapan yang sering diucapkan oleh mahasiswa menjelang ujian akhir yaitu belajar SKS (Sistem Kebut Semalam). Sesuai dengan namanya, belajar SKS ini hanya dilakukan pada saat itu saja dengan jangka waktu yang panjang. Misalnya, dalam sekali tempo menghabiskan waktu empat sampai enam jam. Padahal, SKS ini tidak efisien untuk dipraktikan karena materi matakuliah yang dipelajari tidak terserap secara keseluruhan.
Tujuan pembahasan ini adalah mengubah pandangan mahasiswa tentang belajar, bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, mengubah perilaku belajar mahasiswa yang kurang teratur, mensukseskan pembelajaran mahasiswa agar nilai yang diperoleh mahasiswa maksimal.
Belajar Merupakan Kebutuhan
Belajar merupakan kebutuhan mahasiswa. Akan tetapi, menurut fakta yang dapat dilihat, belajar ditempatkan sebagai suatu kewajiban. Misalnya, seorang mahasiswa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi (PT) karena suatu alasan yaitu cita-cita. Untuk meraih cita-cita tersebut dibutuhkan kesadaran menempatkan belajar sebagai kebutuhan bukan sebagai kewajiban.
Belajar sebagai kebutuhan berarti bahwa dalam pembelajaran, mahasiswa berpikiran tentang perlunya belajar sebagai suatu yang harus dikonsumsi setiap saat tanpa harus memberikan paksaan. Sedangkan belajar sebagai kewajiban berarti bahwa mahasiswa tersebut memandang belajar sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan. Akan tetapi, belajar sebagai kewajiban belum tentu dilakukan dengan ketulusan.
Mahasiswa membutuhkan belajar supaya bahan kuliah yang diperolehnya dari PT dapat diserap dan dipraktikan dengan baik. Untuk melakukan hal ini diperlukan pengaturan waktu agar keteraturan belajar dapat tercapai.
Cara Mengatur Waktu
Banyak mahasiswa mengeluh kekurangan waktu untuk belajar. Sesungguhnya, hal itu terjadi karena mereka kurang memiliki keteraturan dan kedisiplinan untuk mempergunakan waktunya secara efisien. Banyak waktu mahasiswa terbuang sia-sia terutama karena kebiasaan mengobrol hal-hal yang kurang penting dan tidak ada sangkut pautnya dengan perkuliahan, atau kegiatan menunggu (Gie, 1985:69).
Mahasiswa kurang dapat memanfaatkan waktu karena tidak membagi-bagi waktunya untuk berbagai keperluan. Di bawah ini akan dijelaskan pedoman pokok untuk mengatur waktu yang perlu diketahui oleh para mahasiswa menurut Gie (1985:69--70):
1. hendaknya mahasiswa mengelompokkan waktu sehari-hari untuk keperluan tidur, belajar, makan, mandi, olahraga, dan urusan-urusan pribadi lainnya;
2. mahasiswa menyelidiki dan menentukan waktu yang tersedia untuk belajar setiap harinya. Hal ini sangat penting bagi mahasiswa yang memiliki pekerjaan;
3. mahasiswa merencanakan penggunaan waktu itu dengan cara menetapkan macam-macam matakuliah berikut urutannya yang harus dipelajari setiap hari;
4. hendaknya mahasiswa menyelediki matakuliah yang sekiranya mendapatkan hasil yang terbaik. Setelah ini diketahui, matakuliah yang dianggap paling sukar sebaiknya dipelajari pada waktu yang optimum. Selanjutnya matakuliah tersebut diurutkan dari yang tersukar sampai yang termudah;
5. jika waktu yang diperlukan terbatas, usahakan memberi jatah waktu tertentu bagi setiap matakuliah dan hendaknya belajar dengan penuh konsentrasi dalam batas waktu yang telah ditentukan itu;
6. hendaknya mahasiswa menghemat waktu. Setiap mahasiswa hendaknya jangan banyak beragu-ragu untuk memulai apapun yang perlu dilakukannya. Dalam belajar mulailah dengan seketika dan selesaikan secepat mungkin;
7. bagi mahasiswa yang bekerja, waktu antara pukul 05.00--07.00 merupakan waktu yang terbaik untuk belajar secara intensif.
Mahasiswa perlu mengetahui bahwa kekuatan jasmani dan rohani juga berpengaruh dalam hal ini. Tubuh dan otak tidak dapat disuruh bekerja terus-menerus tanpa batas sehingga mahasiswa juga memerlukan penyegaran otak untuk kesehatan rohani dan olahraga untuk kesehatan jasmani.
Kesempatan lain yang dapat mengalihkan perhatian dari buku-buku matakuliah sehingga dapat dianggap semacam rekreasi tetapi manfaatnya cukup besar adalah mengikuti perhimpunan, terutama perhimpunan mahasiswa yang tidak bersifat politik atau perkumpulan sosial dalam masyarakat. Dengan mengikuti perhimpunan tersebut, mahasiswa akan diperkaya dengan pengetahuan dan kecakapan yang umumnya sukar diperolah dari bangku kuliah. Mahasiswa juga akan belajar berkenaan dengan keorganisasian, kepemimpinan, cara-cara bekerjasama dengan orang lain, langkah-langkah memecahkan masalah-masalah yang praktis, dan macam-macam kepribadian orang lain, serta mahasiswa dilatih untuk membuat keputusan-keputusan secara tepat dan melakukan tindakan-tindakan secara cepat. Akan tetapi, mahasiswa jangan terlena dengan keadaan ini karena akan mempengaruhi waktu belajar. Belajar di PT harus diutamakan dan belajar di perhimpunan hendaknya dimanfaatkan sebagai rekreasi yang sekaligus memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan pengalaman kecakapan berorganisasi.
Cara Mengenali Gaya Belajar
Tipe-tipe pembelajar
Setelah mengetahui cara mengatur waktu, maka selanjutnya adalah cara mengenali gaya belajar seseorang khususnya di sini ialah mahasiswa. Berdasarkan gaya seseorang mempelajari sesuatu menurut Honey dan Mumford (Helmi, 2006:34--35), dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1. tipe pembelajar pertama adalah Activist yang lebih suka melakukan suatu aktivitas sehingga pemahaman diperoleh setelah mencoba (proses ini dinamai Kolb dengan apprehension);
2. kelompok kedua adalah Reflector yang suka mengamati orang lain melakukan sesuatu atau mengamati peristiwa atau fenomena tertentu;
3. kelompok pembelajar ketiga adalah Theorist, yaitu orang-orang yang lebih suka mempelajari terlebih dahulu prinsip-prinsip teori-teori sebelum melakukan sesuatu;
4. kelompok keempat sangat suka menguji apakah pemahamannya sesuai sehingga dapat diterapkan. Di samping itu, kelompok pembelajar ini ingin juga membuktikan apakah prinsip-prinsip yang telah ia pahami dapat berlaku pada situasi yang berbeda. Orang yang melakukan gaya ini disebut dengan Pragmatist.
Beberapa peneliti telah banyak melakukan telaah dan percobaan dalam bidang pembelajaran, telah membuktikan bahwa proses pembelajaran yang memberi kesempatan pada mahasiswa berdiskusi, saling mengungkapkan, menjelaskan, mendebat pendapat teman lainnya menghasilkan pemahaman yang lebih baik daripada bila mendengarkan pelajaran yang disampaikan di kelas. Strategi belajar seperti inilah yang mungkin bagus untuk dikembangkan.
Gaya pembelajar
David A. Kolb mengemukakan bahwa gaya belajar adalah pendekatan yang digunakan seseorang dalam usahanya memahami sesuatu yang dipelajari, termasuk cara seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari (Helmi, 2006:36).
Gaya belajar dapat dibagi menjadi tiga (Helmi, 2006:39--41), yaitu:
1. gaya belajar visual
Biasanya pembelajar yang menggunakan gaya belajar visual lebih suka menggunakan alat-alat peraga seperti misalnya gambar, denah, dan grafik. Multi media adalah hal yang paling menarik perhatiannya. Untuk tempat belajar, pembelajar ini akan memilih belajar di tempat yang sunyi yang tidak banyak gangguan karena indera penglihatannya sangat luas sehingga segala sesuatu yang tertangkap mata tentu saja akan membuyarkan konsentrasi belajarnya.
Jika termasuk dalam pembelajar dengan gaya belajar visual, ada beberapa saran yang perlu dicoba, yaitu selalu menyiapkan alat tulis untuk mencatat; membuat catatan dengan bahasanya sendiri, kemudian buat visualisasinya sedemikian rupa sehingga pembelajar tersebut senang membacanya; atau buatlah ilustrasi tersebut berwarna sehingga jangan lupa menyiapkan pensil warna.
2. gaya belajar auditori
Biasanya pembelajar ini menyukai forum diskusi. Pembelajar ini sangat antusias menyampaikan ide-ide. Upaya yang dilakukan oleh pembelajar ini agar dapat menguasai pelajaran antara lain merekam semua pembicaraan penting untuk kemudian didengarkan kembali pada saat dibutuhkan.
Jika termasuk dalam pembelajar dengan gaya belajar auditori, ada beberapa saran yang perlu dicoba, yaitu mencari tempat sunyi, kemudian bacalah materi pelajaran secara keras. Dengan demikian tidak akan mengganggu orang lain; usahakan untuk belajar kelompok. Setelah masing-masing mempersiapkan diri, mulai dengan tanya jawab; fokus perhatian pada uliah yang disampaikan dosen.
3. gaya belajar kinestetik
Pembelajar kinestetik terbilang orang yang serius. Pembelajar ini betah berlama-lama duduk diam menghadapi sebuah buku. Akan tetapi hal ini dapat juga dilakukan sambil berdiri, mengunyah permen karet, berjalan, bahkan bersepeda. Pembelajar ini sulit untuk mengenal tulisan yang disajikan denga warna gelap sehingga membutuhkan pensil warna yang menyala. Usahakan membuat poster besar mengenai konsep-konsep teori yang ingin dipahami. Pada saat belajar, beberapa jenis musik dapat digunakan untuk pengiring.
Jika termasuk dalam pembelajar dengan gaya belajar auditori, ada beberapa saran yang perlu dicoba, yaitu pergi ke laboratorium kemudian praktikan segala teori yang diajarkan; bila memilik akses ke komputer, ketik semua bahan kuliah nicaya pembelajar ini akan menulis sekaligus mempelajarinya; membuat diagram atau poster besar sehingga dapat dipandangi sambil berjalan.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengubah belajar menjadi menyenangkan sesuai dengan gaya belajar mahasiswa tersebut. Suasana hati yang menyenangkan sangat mempengaruhi prestasi belajar karena otak bekerja dipengaruhi oleh perasaan. Jadi, pada saat mahasiswa tersebut merasa senang, bagian otak akan lebih efektif. Sedangkan, jika belajar dilakukan dengan terpaksa ibarat saluran yang menyempit, arusnya akan terhambat.
Kesimpulan
Jika disadari bahwa belajar merupakan kebutuhan, maka akan terwujud pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan berdampak pada bagian otak yang kemudian akan bekerja secara efektif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa gaya belajar dan tipe belajar tiap-tiap mahasiswa berbeda-beda. Oleh karena itu, diusahakan agar setiap mahasiswa mengenali gaya dan tipe belajarnya. Dengan dikenalinya gaya dan tipe belajar tersebut oleh mahasiswa, maka akan terbentuk jalinan proses belajar yang baik.
Daftar Pustaka
Gie, The Liang. 1985. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi.
Helmi, Avin Fadilla, et al. 2006. Menjadi Pembelajar Sukses. Yogyakarta: Program Peningkatan Pertumbuhan Kepemimpinan Berkualitas (PPKB) UGM.
Thabrany, Hasbullah.1977. Rahasia Belajar Sukses. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cetakan ke-2.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-3. Cetakan ke-4.
No comments:
Post a Comment