Mungkin saya tidak percaya lagi dengan adanya agama. Ya, saya merasa tidak memiliki agama. Menurut saya agama hanyalah sebuah simbol dari kepercayaan. Apakah agama butuh simbol?
Saya percaya Tuhan itu ada. Saya pun ber-Tuhan. Tetapi saya tidak mengakui diri saya beragama. Saya hanya butuh beribadah dan bertakwa. Jangan salah. Setiap hari saya beribadah, dan setiap hari pula saya bertakwa kepada Tuhan. Kurang cukupkah saya untuk menjadi seorang yang taat kepada Tuhan?
Orang bilang saya beragam islam, seorang muslimah. Di KTP (Kartu Tanda Penduduk), mereka mencatat saya juga sebagai muslimah. Perilaku dan ibadah saya juga menunjukkan saya seorang muslimah. Tapi, apakah benar saya adalah orang islam?
Islam mengajarkan kebaikan, begitu juga dengan agama-agama yang lain. Hanya cara dan Tuhannya saja yang berbeda. Saya tak pernah menyangka saya akan dilahirkan di lingkungan yang beragama islam. Bagaimana jika dulu saya dilahirkan di lingkungan yang beragama Budha? Apakah saya juga masih akan beragam Islam? Yang saya dengar, banyak yang memberikan teori tentang adanya pengaruh lingkungan terhadap diri manusia. Mungkin begitu juga dengan agama. Kalau dulu saya dilahirkan di lingkungan Budha, pasti agama yang pertama kali saya kenal adalah agama Budha.
Saya ber-Tuhan. Saya percaya bahwa dunia ini adalah milik Tuhan. Semesta ini adalah kepunyaan Tuhan. Tidak ada yang dapat menandingi Tuhan, karena Tuhan-lah yang menjadi “sutradara” semesta alam ini. Termasuk juga manusia, dan tentu saja agama. Kenapa Tuhan menskenariokan bermacam-macam agama?
***
“Nduk, wis1) sembahyang durung2)?” tanya Ibu kepada saya. “Sampun3), Bu,” jawab saya.
Ibu saya beragama islam. Bapak saya juga beragama islam. Kakek dan nenek saya juga islam. Orang-orang terdahulu, keluarga bapak dan ibu, semuanya juga islam. Mungkin karena itulah saya juga menjadi beragama islam. Begitu juga dengan adik saya. Dia beragama islam. Mayoritas masyarakat di desa saya tinggal beragama islam. Dan sedikit dari mereka beragama kristiani, katolik, budha, bahkan ada yang masih beraliran animisme dan dinamisme.
Bisa dibilang, lingkungan saya masih sarat dengan kepercayaan yang sangat kental. Mereka masih mempercayai adanya danyang4). Biasanya sesajen yang mereka sediakan ditaruh di punden5). Setiap desa memiliki danyang yang berbeda-beda. Tetapi fungsi mereka sama. Mereka dianggap sebagai si empunya wilayah desa. Danyang-lah yang menjaga desa dari mara bahaya. Boleh percaya atau tidak, masyarakat yang beragama itu juga masih mempercayai hal-hal seperti itu. Apakah islam mengajarkan hal seperti itu? Ya, bukan hanya islam, bagaimana dengan agama lainnya? Apakah juga mengajarkan hal tersebut?
Agama-agama yang berkembang di desa saya sangat dipengaruhi dengan tradisi dan adat setempat. Agama yang telah berkembang bukan hanya islam, budha, katolik, kristiani, tetapi juga islam jawa, budha jawa, katolik jawa, dan kristiani jawa. Bagaimana tidak? Orang-orang islam menyebut sholat dengan sembahyang. Padahal, kalau ditelusuri lebih dalam, sembahyang merupakan adaptasi dari kata-kata agama hindu yang artinya menyembah Hyang. Tak apalah. Mungkin pemikiran mereka telah melepas ikatan dari makna kata sembahyang yang sebenarnya. Mereka tidak peduli asal kata sembahyang. Mereka berkata sembahyang bukan mengacu kepada Hyang, tetapi mengacu kepada Allah. Kenapa mereka tidak mempergunakan kata sembah-Allah?
Saya pun orang desa. Percaya atau tidak, saya ragu dengan keyakinan yang mereka anut. Tetapi saya menghormati mereka. Sedikitpun saya tak pernah meremehkan bahkan melecehkan keyakinan mereka. Saya hanya melakukan apa yang saya yakini, yang saya anggap sebagi jalan lurus dari semua keyakinan yang telah ada. Andai mereka tahu, bahwa saya ingin dunia ini damai. Seperti yang selalu diidam-idamkan oleh kebanyakan manusia. Kenapa mereka tak saling toleran?
Saya orang desa. Keluarga saya orang desa. Saya merasa beruntung karena orang tua saya mampu memberikan pengetahuan tentang agama kepada saya. Meski keyakinan itu sekarang berbeda. Saya telah dewasa. Saya bisa menentukan yang terbaik untuk diri saya.
1) wis: sudah
2) durung: belum
3) sampun: sudah
4) danyang: roh yang dianggap sebagai si-empu-nya
5) punden: tempat (pondokan) yang digunakan untuk menaruh sesajen
Selamat Datang
a simple person, a simple blog, but its'n a simple story :)
Menu
#FF2in1
anak
anak kedua
anak ketiga
anak lanang
anak pertama
babyboy
Babygirl
Bisnis
cernak (cerita anak)
cerpen
cinta
Curhat
Dongeng
download
Drakor
DramaKorea
ekspedisi
Ekspo Herbal
esei
fakta
feature
fiksi
FILM
FlashFiction
friendship
Humaniora
iseng
kehidupan
Kritisi berita
Kucing
Kuliner
love
LYK
mitos
Motivasi
NONFIKSI
Novel
orangtua
Ornamen Cinta
parenting
pasangan
pascamelahirkan
pendidikan
pengalaman
pengetahuan
pernikahan
puisi
Resensi
Review apa aja
rumah sakit
sahabat
sajak
sastra
Sim keliling
skripsweet
syair
UlangTahun
video
No comments:
Post a Comment